Mengapa Arsitek perlu membicarakan estetika?
Tentu
saja perlu dan cukup penting agar estetika bangunan lebih mudah
dipahami dengan suatu alat, karena biasanya estetika ukurannya berbeda
bagi setiap orang. Sama seperti sebuah bahasa, bila tidak ada bahasa,
maka pengetahuan tidak tertularkan. Dalam arsitektur, estetika adalah
sebuah bahasa visual, yang tidak sama dengan beberapa bahasa estetika
yang tidak visual, seperti bahasa itu sendiri. Estetika dalam arsitektur
memiliki banyak sangkut paut dengan segala yang visual seperti
permukaan, volume, massa, elemen garis, dan sebagainya, termasuk
berbagai order harmoni, seperti komposisi.
Estetika yang berbeda dicari untuk mendapatkan pengalaman estetis lain, misalnya turis luar negeri datang ke Bali.
Estetika meskipun berkaitan dengan 'rasa' saat melihat bangunan juga
dapat dibangun melalui aplikasi teori arsitektur. Inilah mengapa
estetika patut dibahasakan dan dibahas dalam alat yang bernama
komunikasi. Estetika dapat dimengerti dan dikembangkan melalui pemahaman
berbagai hal menyangkut teori estetika, menjadi dasar bagi banyak
cabang seni. Namun melihat berbagai dimensi yang mempengaruhi bagaimana
seorang manusia mengapresiasi keindahan, estetika hanyalah sebuah media
untuk mencoba menjelaskan apa yang disebut indah, namun tidak pernah
bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dalam benak seseorang
berkaitan dengan sensasi keindahan. Dalam teori tentang estetika, dicoba
dijelaskan berbagai sisi yang 'tersentuh' oleh keindahan sebuah obyek.
Jadi, apa yang indah bagi saya belum tentu indah bagi Anda.
Mengapa
preferensi berbeda? Apakah melulu hanya sebuah perbedaan genetika atau
faktor psikologis? Sebuah bangunan bisa jadi menarik bagi seseorang,
namun tidak untuk yang lain. Determinasi estetika dalam pikiran tidak
melulu ditumbuhkan melalui faktor-faktor eksternal yang hadir dari luar
seorang subyek, namun juga hadir dari perangkat pengenalan dalam
dirinya. Karenanya arsitektur tidak selalu cukup hanya dipelajari
melalui ilmu estetika yang dangkal dan obyektif semata, perlu pendekatan
subyektif untuk mengetahui sebuah preferensi.
Karenanya, arsitek
yang berhasil dengan sebuah obyek arsitektural biasanya berhasil dengan
mengetahui lebih jauh tentang sisi subyektif klien, misalnya dengan
proses berbincang-bincang dengan seorang klien. Ini menjadikan
arsitektur yang didasarkan pada intuisi saat mendesain, selain bisa juga
merupakan wadah kreativitas dari implementasi teori estetika.
Keindahan
memang subyektif, dalam diri setiap orang, pendapat tentang nilai
estetika sebuah bangunan seperti misalnya rumah tinggal, dipengaruhi
oleh berbagai hal, antara lain;
subyektifitas diri sendiri. Sensasi
hanya dimungkinkan bila fungsi biologis tubuh kita yang berkaitan dengan
fungsi sensasi dan persepsi dalam keadaan normal; misalnya mata bisa
melihat, hidung bisa mencium, pikiran dalam keadaan normal/perseptif.
Mampukah suatu obyek menggairahkan 'limbic' dalam otak kita sehingga
merasa adanya kenikmatan saat berkontak dengan sebuah obyek
arsitektural. Kenikmatan yang didapatkan itu menjadikan otak kita
mengatakan sesuatu itu 'indah'.
pengaruh dari lingkungan/masyarakat tentang apa yang disebut indah. Antara lain:
pendidikan
: apa yang ditanamkan dunia edukasi tentang keindahan, mungkin
merupakan suatu pandangan yang ditekankan terus-menerus dan boleh jadi
mengakar pada diri kita, serta metode untuk mengapresiasi suatu obyek
juga merupakan suatu metode yang ditekankan secara terus-menerus.
opini
yang berkembang di masyarakat. Kebanyakan melalui media, estetika
diperkenalkan sebagai konsensus dalam skala tertentu, apakah regional,
kolonial, dan disebarluaskan dengan berbagai cara. Terkadang estetika
yang diperkenalkan dimaksudkan untuk mendukung sebuah industri terkait
tren arsitektur, seperti industri perumahan. Estetika yang merupakan
ideal suatu teritorial berbasis tradisi juga dapat memberi pengaruh
teramat besar.
http://www.jasa-arsitek.com/articles/61-arsitek-dan-estetika-bangunan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar